Kata orang : “Kehidupan itu penuh dengan penderitaan dan kepahitan.”
Tapi aku katakan : “Tersenyumlah, cukuplah kepahitan itu di atas langit.”
Rembulan tertawa dan bintang-bintang bersorak-sorai...
Lalu mengapa biarkan kesedihan membunuh membelenggu hati mu....?
Raihlah senyuman pagi hari dan ucapkanlah: "Selamat datang! sungguh aku amat merindukanmu."

Kau laksana bulan yang menyinari hidupku...
menerangkan hati cintaku
mengindahkan bayangan

dan akulah punggukmu yang sanggup menanti sang bulan
tersenyum di langit.

Berapa jauh kau boleh pergi?
berapa pantas kau boleh berlari?
berapa tinggi kau boleh terbang?
berapa sakit kalau terhempas?

Tidak akan kau berperasaan gundah walaupun sekali,
sekiranya kau tahu apa yang dicari...

Apa yang di cari?
Aku Tanpa Cintamu


Telah ku mungkiri janjiku lagi
Walau seribu kali
Ku ulang sendiri
Aku takkan tempuh lagi
Apakah kau terima cintaku lagi
Setelah ku berpaling
Dari pandanganMu
Yang kabur kerna jahilnya aku

Mengapa cintaMu tak pernah hadir
Subur dalam jiwaku
Agarku tetap bahagia
Tanpa cintaku tetaplah
Kau di sana
Aku tanpa cintaMu
Bagai layang-layang terputus talinya

Telah ku mungkiri janjiku lagi
Walau seribu kaliKu ulang sendiri
Aku takkan tempuh lagi
Apakah kau terima cintaku lagi
Setelah ku berpaling
Dari pandanganMu
Yang kabur kerna jahilnya aku

Masihkah ada sekelumit belas
Mengemis kasihMu
TuhanUntukku berpaut dan bersandar
Aku di sini kan tetap terus mencuba
Untuk beroleh cintaMu
Walau ranjaunya menusuk pedih


AKU ADA KERANA KAU PUN ADA


cinta adalah anugerah yg Kuasa
yg bila terasa betapa indahnya
sungguh lemah diriku
tak berarti hidupku
bila tak ada dirimu

andai ku bisa akan ku balas
semua yg pernah engkau berikan
terima kasih dariku atas ketulusanmu
menyayangi diriku

aku ada karena kau pun ada
dengan cinta kau buat diriku hidup selamanya
aku ada karena kau pun ada

dengan cintakau buat diriku hidup selamanya
andai ku bisa akan ku balas
semua yg pernah engkau berikan
terima kasih dariku atas ketulusanmu
menyayangi diriku



Saturday, December 23, 2006

Daun-daun gugur kemerahan, basah di ambang sejuknya musim. Tak lama lagi akan mati dan entah bila akan muncul hidup yang baru. Setelah mati dan kekeringan dalam tidur sang musim.

Angin berhembus dingin ke atas rimbun daun-daun mati, memenggal mereka dari tangkainya dan menguburnya bersama ribuan dedaunan lain yang telah berubah warna, merah, jingga, abu dan hilang. Hilang bersama musim.

Daun-daun terbang kehilangan nyawa, bersiap menuju pembaringan terakhir bersama nyawa ribuan, jutaan daun lain yang telah habis masanya tuk bersuka bersama burung, tupai, ulat, serangga, dan aku.

Tapi tika ini begitu dingin dan tak bernyawa, seperti pelita yang kehabisan minyak untuk nyalakan dian yang ia dirikan atas kesedarannya. Alam ini sedang tak bernyawa, dan resah. Resah dalam tidur yang menjelang tak lama lagi.

Matahari telah lama masuk ke peraduan dan bayu mulai bernyanyi kecil dengan awan-awan mendung. Belum ada tangis, belum ada rintik. Tapi alam sudah tergeletak bersama kantuk tak terperi. Begitu juga aku. Kantukku tak terperi. Tubuh ini sudah begitu lelah.
Sudah begitu lelah. Di sini, di sana. Di mana-mana kurasa kaku dan letih yang mengakar di tangan dan kakiku. Letih merambat ke fikiran dan meracuni sedarku, ingin membuatnya hilang dalam mimpi.


Hidup ini seperti pacuan kuda yang memiliki jalur berliku-liku dan jalan yang tak jelas berakhir di mana. Jalan di mana yang berbatu, berlubang, dan memiliki rintangan tak ada yang tahu. Dan aku harus lalui, kita harus lalui. Bila kita tidak begitu letih dan merelakan diri dalam lara yang menyiksa.

Saat ini kurasa letih, dan letihku menyiksa, dengan angan yang entah sudah terbang ke mimpi mana yang tak kubayangkan sebelumnya. Letih ini mengajakku beristirehat dan menghentikan perjalanan. Aku tahu pacuan ini masih jauh dari selesai dan jalanku masih berliku-liku. Kuda-kuda lain masih berlarian di belakang, ada yang melewatiku. Ada yang sudah terbaring tak bernyawa.

Bayu masih bertiup lembut dalam gelap sangka yang bermusim…terkadang lembut dan terkadang begitu menggila… Dan daun-daun pun mati hilang dalam pelukan musim. Gugur dan hilang.

Waktu sudah terjaga saat aku membuka mata dan saat tirai kubuka hanya ada langit yang menghitam dengan kesedihan tak terkatakan bermain di ujung mata ini. Aku mengira-ngira, siapakah yang bersedih hari ini sekiranya sampai-sampai langitpun tak mampu bersinar dengan cerah, memancarkan senyum mengembang seperti kemarin.


23.12.06

0 Comments:

Post a Comment

<< Home




Mungkin hanya Tuhan
Yang tau sgalanya
Apa yang kuinginkan
Di saat saat ini

Kau takkan percaya
Kau slalu di hati
Haruskah kumenangis
Tuk menyatakan yang sesungguhnya

Kau lah segalanya untukku
Kau lah curahan hati ini
Tak mungkin kumelupakanmu
Tiada lagi yang kuharap hanya kau seorang