Langit Ke Tujuh
Tapi aku katakan : âTersenyumlah, cukuplah kepahitan itu di atas langit.â
Rembulan tertawa dan bintang-bintang bersorak-sorai...
Lalu mengapa biarkan kesedihan membunuh membelenggu hati mu....?
Raihlah senyuman pagi hari dan ucapkanlah: "Selamat datang! sungguh aku amat merindukanmu."
Kau laksana bulan yang menyinari hidupku...
menerangkan hati cintaku
mengindahkan bayangan
dan akulah punggukmu yang sanggup menanti sang bulan
tersenyum di langit.
Berapa jauh kau boleh pergi?
berapa pantas kau boleh berlari?
berapa tinggi kau boleh terbang?
berapa sakit kalau terhempas?
Tidak akan kau berperasaan gundah walaupun sekali,
sekiranya kau tahu apa yang dicari...
Apa yang di cari?
Aku Tanpa Cintamu
Telah ku mungkiri janjiku lagi
Walau seribu kali
Ku ulang sendiri
Aku takkan tempuh lagi
Apakah kau terima cintaku lagi
Setelah ku berpaling
Dari pandanganMu
Yang kabur kerna jahilnya aku
Mengapa cintaMu tak pernah hadir
Subur dalam jiwaku
Agarku tetap bahagia
Tanpa cintaku tetaplah
Kau di sana
Aku tanpa cintaMu
Bagai layang-layang terputus talinya
Telah ku mungkiri janjiku lagi
Walau seribu kaliKu ulang sendiri
Aku takkan tempuh lagi
Apakah kau terima cintaku lagi
Setelah ku berpaling
Dari pandanganMu
Yang kabur kerna jahilnya aku
Masihkah ada sekelumit belas
Mengemis kasihMu
TuhanUntukku berpaut dan bersandar
Aku di sini kan tetap terus mencuba
Untuk beroleh cintaMu
Walau ranjaunya menusuk pedih
AKU ADA KERANA KAU PUN ADA
cinta adalah anugerah yg Kuasa
yg bila terasa betapa indahnya
sungguh lemah diriku
tak berarti hidupku
bila tak ada dirimu
andai ku bisa akan ku balas
semua yg pernah engkau berikan
terima kasih dariku atas ketulusanmu
menyayangi diriku
aku ada karena kau pun ada
dengan cinta kau buat diriku hidup selamanya
aku ada karena kau pun ada
dengan cintakau buat diriku hidup selamanya
andai ku bisa akan ku balas
semua yg pernah engkau berikan
terima kasih dariku atas ketulusanmu
menyayangi diriku
Wednesday, September 20, 2006
Matahari bersinar dengan garang ke atas wajah bumi, dan semua makhluk tertidur dalam kelamnya awan, angin dingin, rintik tangisan semesta. Semuanya tertidur.Masa yang menakutkan, dengan sedih-duka-lara akan bernyanyi atas tiap jiwa dan raga, yang berdiri sendiri di atas alam semesta.
Semua orang bernyanyi akan kesedihan. Musim yang kelam. Dingin dan mencekam, terlebih saat malam datang berkumandang dengan sangkakala alam yang ia tiup saat senja lelah, dan beristirahat.
Tiap hembusan angin serasa menusuk kesedaran, dan menangis atas tiap tatapan, sedih menyesak nafas, dan jiwa tergeletak tak bernyawa, memandang kosong pada langit dingin. Tubuhmu mati rasa, pucat dan perlahan membeku dalam tawa yang hilang, hilang dalam gelap akhirnya musim, musim yang akan beristirahat panjang, dan mungkin kembali dengan fajar yang cerah. Nanti. Mungkin.Angin berhembus dengan dingin, mencekik paru-paru, kering di atas kulit ini, dan membuat luka yang hampir tak terasa, tak terlihat. Tapi itu luka.
Dan aku di sini memandang hari yang berlalu.Dingin, menusuk, kelam, dan begitu sunyi. Selalu sunyi. Kenapa?Mungkin kerana aku hanya sendiri yang merasa sunyi.
Siapakah yang bersedih hari ini sekiranya, sampai langit hanya berteman dengan angin dingin. Sehingga siang ini, kemana perginya sang mentari, apakah ia bersedih? Apakah ia letih kerana semalam ia bersinar begitu cerah dan jutaan jiwa tersiksa dengan panasnya yang membara membakar kulit, dan saat petang menjelang ia kehilangan kekuatannya dan ingin beristirahat walau sejenak, namun ia tak mampu bangun hari ini dan hanya menjentikkan jarinya sedikit agar hari ini walau gelap masih ada sinar petanda siang masih berkuasa?
Hai jiwa! siapakah di sana yang bersuram hati hingga membuat alam turut muram akan kesedihannya? Apakah ia sesedih aku saat aku bercerita kepadamu selama malamku? Malam-malam yang menakutkan…malam-malam yang kedinginan…malam-malam yang keseorangan…malam-malam kesedihan sehingga fajar menjelang… Mampukah dikau bangun dari tidur mu malam tadi mengingat kesedihan yang kau bawa dalam tidur mu membuat seisi alam semesta merasa hiba kepada mu pagi ini?
Hatiku, di mana kah hati ini, yang mengingatkanku akan kesedihanku? Apakah aku tertidur dalam tangis? Dan bermain dalam angan tiap kali ia duduk di sudut-sudut mati biliknya? Dan jiwa ini memutuskan untuk keluar daripada tersiksa tetapi kemana…?tunjukkan aku jalan itu hai jiwaku…kemanakah mungkin aku duduk maupun berdiam diri tanpa mengingatmu walau sedetik…?
Entah berapa kali air kaca yang berderai ketika aku mencatatkan ini.
Perlukah aku mengorbankan hati dan perasaan ini? Aku sendiri mengaku betapa pedihnya hati untuk mengakui hakikat ini. Kerana cintaku padanya dan kerana kasihku padanya, biarlah ku korbankan keindahan ini. Alangkah pedihnya kenyataan. Sakit, ngilu.
Setulus doa yang kukirimkan untuknya. Dan doa itu tetap bergema di ruang antara langit dan bumi selagi nyawaku ada.
Ku meniti awan yang kelabu
Ku tempuhi lorong yang berliku
Mencari sinar yang menerangi
Kegelapanku
Ku percaya nanti suatu masa
Sang suriakan menyinar jua
Membawa harapan yang menggunung
Bersamanya
Engkau tiba bagaikan pelangi
Tak bercahaya namun kau berseri
Tapi cukup menghiburkan hati ini
Seharian waktu bersamamu tak terasa
Saat yang berlalu bagai pelangi petang
Kaukan pergi jua
20092006 ~ sepi seorang perindu...
Ahlanwasahlan Ramadhan al Mubarak
0 Comments:
Post a Comment
<< Home